By: Sutrisno
Pada tahun 1999 hingga 2001 pasokan daging sapi asal impor di Indonesia telah mencapai 15-22% dari kebutuhan daging sapi (Ditjend Bina Produksi Peternakan, 2002). Ketergantungan impor daging dan sapi potong, antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan memenuhi kebutuhan permintaan daging dari pemotongan sapi lokal yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan daging. Pemenuhan permintaan daging sapi bila hanya dipenuhi melalui pemotongan sapi lokal, maka dapat berakibat terjadi pengurasan populasi sapi lokal, karena terjadi pemotongan terhadap sapi muda yang ukurannya masih kecil dan terhadap sapi betina produktif. Kondisi ini sangat berbahaya jika kita mengacu pada keinginan pemerintah untuk berswasembada daging pada tahun 2010. Sapi potong lokal saat ini sangat beragam dan sebagian besar (99%) dikelola dan dikembangkan dengan pola peternakan rakyat (cow-calf operation) dalam skala usaha kecil dan terintegrasi dengan kegiatan lain, sehingga fungsi sapi potong sangat kompleks dalam menunjang kehidupan peternak (Gunawan, 2003).
Dalam sistem agribisnis berbasis peternakan tercakup empat subsistem, yaitu (1) subsistem agribisnis hulu peternakan yakni kegiatan ekonomi yang menghasilkan sapronak (industri pembibitan, industri pakan, industri obat - obatan), (2) subsistem usaha peternakan yakni kegiatan budidaya ternak, (3) sub-sistem agribisnis hilir peternakan yakni kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas peternakan primer menjadi produk olahan (industri pengolahan dan pemasaran) dan (4) subsistem jasa penunjang yakni kegiatan ekonomi yang menyediakan jasa yang dibutuhkan oleh ketiga subsistem lain (Saragih, 2000).
Pada kenyataannya sub sektor tanaman pangan dan sub sektor peternakan merupakan satu kesatuan yang terintegrasi di mana keduanya tidak akan terlepas dan saling melengkapi di sub sektor tanaman pangan dan sub sektor peternakan pada khususnya dengan memberikan kesempatan yang luas kepada usaha kecil, menengah dan koperasi di bidang peternakan. khususnya petani peternak dimana mayoritas mereka mengandalkan tumpuan ekonominya pada sub sektor tanaman pangan dan sub sektor peternakan.
Investor hampir tidak ada yang tertarik untuk mengembangkan usaha cow-calf operation, karena diperlukan modal usaha yang besar, sedangkan bunga kredit tinggi, rantai pemasaran rumit, sarana transportasi dan pemilikan lahan terbatas. Menurut perhitungan ekonomis, saat ini usaha cow-calf operation juga memberikan net present value (NPV) negatif atau sangat kecil (Gunawan, 2003). Oleh karena itu, dalam agribisnis peternakan khususnya dalam penyediaan bibit sapi potong peran peternakan rakyat sangat dominan.
Usaha peningkatan produktivitas dapat dicapai melalui pendekatan kuantitatif yaitu dengan peningkatan populasi ternak dan secara kualitatif dengan peningkatan produktivitas per unit ternak. Pengembangan Sistem Integrasi Padi - Ternak (SIPT) dilaksanakan dengan tujuan untuk mendukung upaya peningkatan kandungan bahan organik lahan pertanian melalui penyediaan pupuk organik yang memadai, untuk meningkatkan produktivitas padi sawah irigasi dan penyediaan daging, peningkatan populasi ternak sapi dan pendapatan petani. Pengembangan SIPT dilakukan dengan pendekatan kelembagaan kelompok tani (Haryanto et al., 2002).
Agribisnis peternakan juga terkait beberapa lembaga, antara lain lembaga produsen, lembaga konsumen, lembaga profesi, lembaga pemerintahan dan lembaga ekonomi (Handayani dan Priyanti, 1995). Lembaga - lembaga terkait akan berperan aktif dalam pembinaan, sehingga dapat mencapai satu sasaran yang sama yaitu sistem usaha agribisnis peternakan yang berkelanjutan, antara lain melalui pemanfaatan teknologi dan manajemen modern yang dilakukan dalam skala usaha yang lebih besar.
Program pengembangan kelompok peternak ini juga berhasil menunjukkan semangat dan minat berwirausaha, pengembangan kelompok ini berhasil mengembangkan kekuatan organisasi kelompok melalui program memisahkan ternak dari lingkungan tempat tinggal, dengan cara menempatkan ternak dalam kawasan kandang kelompok. Usaha berkelompok tersebut mempunyai dinamika yang bervariasi dari waktu kewaktu. Hal ini akan lebih bermanfaat jika dilakukan melalui pendekatan sistem integrasi ternak-padi (SIPT).
Pengkajian sistem pembibitan ternak sapi potong dilakukan melalui pendekatan kegiatan sistem integrasi padi - ternak (SIPT) telah beberapa kali dilakukan. Sistem pembibitan ternak sapi potong dengan pendekatan sistem integrasi padi - ternak telah mampu meningkatkan populasi ternak sapi potong. Pengelolaan usaha pembibitan ternak sapi potong secara berkelompok menunjukkan keberhasilan yang cukup memuaskan. Jaminan keberlanjutan pembibitan oleh peternak akan sangat menguntungkan pasokan ternak sebagai penyedia daging bagi masyarakat.
Dari sudut pandang peternak, pola integrasi padi-ternak ini dianggap cukup menguntungkan. Pola tanam padi-padi-palawija selama satu tahun menjamin ketersediaan limbah pertanian untuk mendukung pakan. Tingginya penggunaan lahan untuk pertanian sangat memungkinkan untuk penyediaan limbah pertanian sebagai sumber pakan untuk pengembangan ternak sapi.
Usaha pembibitan ternak sapi potong melalui sistem integrasi padi - ternak memberikan dampak pada : 1) Sistem pembibitan sapi potong dilakukan pada kawasan pengembangan yang terkonsentrasi, sehingga dapat dipetakan sesuai dengan dukungan dan potensi wilayah pengembangan. 2) Peningkatan populasi ternak sapi potong dapat dicapai tiga kali lipat selama 24 bulan dengan asumsi manajemen pembibitan induk bunting, kesiapan perangkat inseminasi (inseminator dan bibit), sumber daya manusia, sumber daya alam yang memadai dan dukungan kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang sinergi. 3) Pengelolaan permodalan dana APBN melalui sistem pemberdayaan kelembagaan petani dengan mekanisme revolving pada periode waktu tertentu dapat menjamin usaha pembibitan berjalan optimal. q – o
Pada tahun 1999 hingga 2001 pasokan daging sapi asal impor di Indonesia telah mencapai 15-22% dari kebutuhan daging sapi (Ditjend Bina Produksi Peternakan, 2002). Ketergantungan impor daging dan sapi potong, antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan memenuhi kebutuhan permintaan daging dari pemotongan sapi lokal yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan daging. Pemenuhan permintaan daging sapi bila hanya dipenuhi melalui pemotongan sapi lokal, maka dapat berakibat terjadi pengurasan populasi sapi lokal, karena terjadi pemotongan terhadap sapi muda yang ukurannya masih kecil dan terhadap sapi betina produktif. Kondisi ini sangat berbahaya jika kita mengacu pada keinginan pemerintah untuk berswasembada daging pada tahun 2010. Sapi potong lokal saat ini sangat beragam dan sebagian besar (99%) dikelola dan dikembangkan dengan pola peternakan rakyat (cow-calf operation) dalam skala usaha kecil dan terintegrasi dengan kegiatan lain, sehingga fungsi sapi potong sangat kompleks dalam menunjang kehidupan peternak (Gunawan, 2003).
Dalam sistem agribisnis berbasis peternakan tercakup empat subsistem, yaitu (1) subsistem agribisnis hulu peternakan yakni kegiatan ekonomi yang menghasilkan sapronak (industri pembibitan, industri pakan, industri obat - obatan), (2) subsistem usaha peternakan yakni kegiatan budidaya ternak, (3) sub-sistem agribisnis hilir peternakan yakni kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas peternakan primer menjadi produk olahan (industri pengolahan dan pemasaran) dan (4) subsistem jasa penunjang yakni kegiatan ekonomi yang menyediakan jasa yang dibutuhkan oleh ketiga subsistem lain (Saragih, 2000).
Pada kenyataannya sub sektor tanaman pangan dan sub sektor peternakan merupakan satu kesatuan yang terintegrasi di mana keduanya tidak akan terlepas dan saling melengkapi di sub sektor tanaman pangan dan sub sektor peternakan pada khususnya dengan memberikan kesempatan yang luas kepada usaha kecil, menengah dan koperasi di bidang peternakan. khususnya petani peternak dimana mayoritas mereka mengandalkan tumpuan ekonominya pada sub sektor tanaman pangan dan sub sektor peternakan.
Investor hampir tidak ada yang tertarik untuk mengembangkan usaha cow-calf operation, karena diperlukan modal usaha yang besar, sedangkan bunga kredit tinggi, rantai pemasaran rumit, sarana transportasi dan pemilikan lahan terbatas. Menurut perhitungan ekonomis, saat ini usaha cow-calf operation juga memberikan net present value (NPV) negatif atau sangat kecil (Gunawan, 2003). Oleh karena itu, dalam agribisnis peternakan khususnya dalam penyediaan bibit sapi potong peran peternakan rakyat sangat dominan.
Usaha peningkatan produktivitas dapat dicapai melalui pendekatan kuantitatif yaitu dengan peningkatan populasi ternak dan secara kualitatif dengan peningkatan produktivitas per unit ternak. Pengembangan Sistem Integrasi Padi - Ternak (SIPT) dilaksanakan dengan tujuan untuk mendukung upaya peningkatan kandungan bahan organik lahan pertanian melalui penyediaan pupuk organik yang memadai, untuk meningkatkan produktivitas padi sawah irigasi dan penyediaan daging, peningkatan populasi ternak sapi dan pendapatan petani. Pengembangan SIPT dilakukan dengan pendekatan kelembagaan kelompok tani (Haryanto et al., 2002).
Agribisnis peternakan juga terkait beberapa lembaga, antara lain lembaga produsen, lembaga konsumen, lembaga profesi, lembaga pemerintahan dan lembaga ekonomi (Handayani dan Priyanti, 1995). Lembaga - lembaga terkait akan berperan aktif dalam pembinaan, sehingga dapat mencapai satu sasaran yang sama yaitu sistem usaha agribisnis peternakan yang berkelanjutan, antara lain melalui pemanfaatan teknologi dan manajemen modern yang dilakukan dalam skala usaha yang lebih besar.
Program pengembangan kelompok peternak ini juga berhasil menunjukkan semangat dan minat berwirausaha, pengembangan kelompok ini berhasil mengembangkan kekuatan organisasi kelompok melalui program memisahkan ternak dari lingkungan tempat tinggal, dengan cara menempatkan ternak dalam kawasan kandang kelompok. Usaha berkelompok tersebut mempunyai dinamika yang bervariasi dari waktu kewaktu. Hal ini akan lebih bermanfaat jika dilakukan melalui pendekatan sistem integrasi ternak-padi (SIPT).
Pengkajian sistem pembibitan ternak sapi potong dilakukan melalui pendekatan kegiatan sistem integrasi padi - ternak (SIPT) telah beberapa kali dilakukan. Sistem pembibitan ternak sapi potong dengan pendekatan sistem integrasi padi - ternak telah mampu meningkatkan populasi ternak sapi potong. Pengelolaan usaha pembibitan ternak sapi potong secara berkelompok menunjukkan keberhasilan yang cukup memuaskan. Jaminan keberlanjutan pembibitan oleh peternak akan sangat menguntungkan pasokan ternak sebagai penyedia daging bagi masyarakat.
Dari sudut pandang peternak, pola integrasi padi-ternak ini dianggap cukup menguntungkan. Pola tanam padi-padi-palawija selama satu tahun menjamin ketersediaan limbah pertanian untuk mendukung pakan. Tingginya penggunaan lahan untuk pertanian sangat memungkinkan untuk penyediaan limbah pertanian sebagai sumber pakan untuk pengembangan ternak sapi.
Usaha pembibitan ternak sapi potong melalui sistem integrasi padi - ternak memberikan dampak pada : 1) Sistem pembibitan sapi potong dilakukan pada kawasan pengembangan yang terkonsentrasi, sehingga dapat dipetakan sesuai dengan dukungan dan potensi wilayah pengembangan. 2) Peningkatan populasi ternak sapi potong dapat dicapai tiga kali lipat selama 24 bulan dengan asumsi manajemen pembibitan induk bunting, kesiapan perangkat inseminasi (inseminator dan bibit), sumber daya manusia, sumber daya alam yang memadai dan dukungan kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang sinergi. 3) Pengelolaan permodalan dana APBN melalui sistem pemberdayaan kelembagaan petani dengan mekanisme revolving pada periode waktu tertentu dapat menjamin usaha pembibitan berjalan optimal. q – o
Tidak ada komentar:
Posting Komentar