Jumat, 14 Agustus 2009
Usaha penggemukan sapi mudah pasarnya
Pengkajian Pemanfaatan Bahan Pakan Lokal Untuk Penggemukan Sapi Potong
Kamis, 13 Agustus 2009
OBAT TRADISIONAL TERNAK SAPI
Senin, 22 Juni 2009
Selasa, 16 Juni 2009
MEMANFAATKAN KOTORAN HEWAN DAN URINE UNTUK MENYUBURKAN TANAMAN
JOMBANG | SURYA-Diakui atau tidak, profesi petani bagi generasi muda kurang diminati karena dinilai tidak memberikan masa depan yang lebih baik. Namun anggapan itu tidak berlaku bagi Muhammad Subhan,35, warga Desa Pojokkulon, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang.
Bertani bagi Subhan merupakan pilihan profesi yang ditekuni dengan sepenuh hati. Itu sebabnya, dia tak sekadar bertani, melainkan mencoba meningkatkan pendapatan petani yang selama ini dinilainya pas-pasan.
Salah satu caranya dengan mengurangi biaya produksi pertanian. Dengan menghemat pengeluaran, hasil yang diperoleh otomatis akan meningkat. Maka dicobalah menggunakan pupuk kompos yang biaya pembuatannya jauh lebih murah ketimbang menggunakan pupuk kimiawi.
Pupuk kompos buatan Subhan ini cara pengolahan dengan teknologi fermentasi. Bahannya dari kotoran ternak kemudian dibiarkan terurai sendiri. Kelebihan penggunaan teknologi fermentasi dalam mengolah pupuk kompos dinilai lebih efisien dan efektif.
Jika dengan pengolahan biasa, prosesnya memakan waktu hingga tiga bulan. Kondisi itu membuat petani menjadi malas untuk mengolahnya, dengan teknologi fermentasi hanya butuh waktu satu hingga tiga minggu.
Dengan menggunakan pupuk kompos fermentasi, menurut perhitungan Subhan, biaya yang dapat dihemat dari belanja pembelian pupuk mencapai 50 persen dibandingkan dengan menggunakan pupuk kimiawi.
Karena dengan pupuk kompos, baik dalam bentuk cair maupun padat, dalam satu hektare hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp 721.000. Rinciannya, untuk pupuk padat satu ton biayanya Rp 700.000, dan pupuk cair organik 7 liter, biayanya Rp 21.000. Padahal, kalau menggunakan pupuk kimiawi bakal menghabiskan dana sedikitnya Rp 1,5 juta.
Belum lagi pada saat-saat tertentu pupuk sering langka dan harganya melangit. “Dengan pengeluaran lebih kecil, maka keuntungan petani bisa lebih besar,” kata Muhammad Subhan saat ditemui Surya di kediamannya, Rabu (15/4).
Dari sisi kesehatan, secara luas dipahami, tanaman yang diberi pupuk organik, menghasilkan buah dan sayuran yang lebih menjamin kesehatan ketika dikonsumsi ketimbang tanaman yang diberi pupuk dan obat kimiawi.
“Memberikan bahan organik ke tanah melalui kompos tidak hanya memberikan makanan bagi tanaman, tapi sekaligus menjaga siklus energi kehidupan di tanah yang digantikan paket pemupukan kimia. Di antaranya Urea, ZA, NPK, dan SP-36,” tandas lulusan Politeknik Fakultas Pertanian Universitas Negeri Jember ini.
Subhan sendiri memulai pembuatan pupuk organik tahun 2005 lalu. Saat itu, dia melihat banyak tetangga di desanya yang memelihara sapi, tapi membuang begitu saja tletong kotoran dan urine sapinya. Padahal kotoran dan urine sapi merupakan bahan yang bagus untuk pembuatan pupuk kompos.
Untuk membuat pupuk organik, Subhan kemudian membeli kotoran sapi para tetangga dengan harga Rp 2.000 per glangsing (karung plastik). Berbekal ilmu yang didapatnya dari bangku kuliah, lantas memulai membuat pupuk organik padat dengan teknologi fermentasi. Pupuk itu kemudian dipakai untuk pemupukan lahan sawahnya sekitar 0,5 hektare.
Hasilnya ternyata seperti yang diharapkan, karena panennya cukup bagus. Selain itu dapat menghemat biaya dan pupuk organiknya tak kalah dengan pupuk kimia. “Bahkan ada kenaikkan, meskipun persentasenya kecil. Padahal petani selama ini khawatir kalau menggunakan pupuk organik murni tanpa dicampur pupuk kimiawi, hasil panen bakal turun. Nyatanya itu tidak terjadi,” kata ayah satu orang anak itu.
Setelah hasil panennya bagus banyak petani yang tertarik. Beberapa kelompok tani mulai belajar membuat pupuk organik baik padat maupun cair kepada Subhan. Di antaranya kelompok tani di Desa Pulorejo,Kecamatan Tembelang, Desa/Kecamatan Wonosalam dan Desa Kalangsemanding, Kecamatan Perak.
Berdasarkan uji coba terakhir awal April lalu, di lahan sawah seluas satu hektare milik Ahmad Zaini, petani Desa Ngogri, Kecamatan Megaluh, terbukti penggunaan pupuk organik tanpa campuran pupuk kimiawi mampu menaikkan hasil panen.
Dari satu hektare lahan padi yang diberi pupuk organik, hasilnya mencapai 9,97 ton gabah kering sawah (GKS). Padahal, ketika ditabur pupuk kimia, hasilnya 9,95 ton GKS per hektare. “Saya yakin kalau musim tanam nanti kembali menggunakan pupuk organik, hasilnya akan lebih meningkat lagi. Karena jika secara rutin mengunakan pupuk organik, tingkat kesuburan tanah juga akan meningkat,” kilah suami Tutik Kusnawati,32 ini.
Menurut Subhan, pembuatan pupuk organik dengan teknologi fermentasi tidak terlalu sulit.
Untuk membuat pupuk organik padat sebanyak satu ton, dibutuhkan bahan kotoran sapi dan kambing sebanyak 5 kuintal. Kemudian jerami padi 2 kuintal, jerami kedelai 1 kuintal, serbuk gergaji 1 kuintal, daun-daunan 1 kuintal, dedak halus (bekatul) 5 kg, molase/tetes tebu atau gula 1 liter, mikroba (EM4) 1 liter dan air secukupnya.
Cara pembuatan untuk tahap pertama, dicampur 1/4 liter molase/tetes tebu, 1/4 liter mikroba, 1/2 gelas air, kemudian aduk sampai rata. Tambahkan dalam campuran tersebut sedikit demi sedikit dedak halus sambil diaduk, komposisi ini merupakan campuran induk.
Selanjutnya tahap kedua, campur 3/4 liter molase/tetes tebu, 3/4 liter mikroba dalam 10 liter air yang merupakan larutan induk. Tahap ketiga, pembuatan pupuk organik dilakukan secara berlapis. Pada tiap lapisnya, bagian bawah adalah kotoran ternak diikuti serbuk gergaji, campuran induk, jerami padi, jerami kedelai dan daun-daunan. Setelah itu, siramkan larutan induk dengan menambahkan air (untuk pengenceran) secukupnya sesuai kelembaban bahan.
Kemudian buat lapisan berikutnya sampai ketinggian lapisan maksimal 40 cm. Setelah itu lapisan tersebut ditutup rapat selama 7 - 14 hari. Sambil menunggu 7 - 14 hari, setiap 2 hari lapisan tersebut dibalik. Setelah 7 - 14 hari bahan organik padat sudah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.
Sedangkan pembuatan pupuk organik cair, bahannya berupa air kencing (urine) sapi 40 liter, molase/tetes tebu 1 liter, mikroba (EM4) 1 liter, air kelapa 4 liter, air cucian beras (leri) 5 liter dan empon-empon (temulawak, kunir, lengkuas) 1/2 kg.
Cara pembuatan, masukkan air seni (urine) sapi ke dalam drum plastik. Kemudian empon-empon dihaluskan/ditumbuk, campur dengan molase/tetes tebu, mikroba, air kelapa, air leri kemudian aduk sampai rata.
Tambahkan empon-empon yang sudah dihaluskan dalam campuran, kemudian aduk sampai rata. Selanjutnya masukkan campuran tersebut dalam drum plastik yang telah berisi kencing sapi. Setelah itu, tutup rapat drum isi campuran berbagai bahan itu selama 7 hari.
“Sambil menunggu, pada hari ketiga drum dibuka dan lakukan pengadukan, lalu ditutup kembali,” jelas Subhan yang juga Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU) Jombang itu. Setelah tujuh hari mengalami proses fermentasi, pupuk organik cair siap disemprotkan ke lahan petani. sutono
Komentar Mereka
Apa yang dilakukan Subhan dengan pembuatan pupuk organik jelas kami dukung. Di antaranya lewat pembinaan melalui staf-staf kami. Banyak keuntungan dari penggunaan pupuk organik, selain mengurangi pengeluaran petani, juga mampu menjaga keseimbangan ekologi tanah.
Drs Suhardi MSi
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Pemkab Jombang
RSUD CIANJUR MEMANFAATKAN KOTORAN MANUSIA
Rabu, 27 Mei 2009
Kajian kelayakan dan skala ekonomi usaha peternakan sapi potong dalam rangka pemberdayaan peternak (studi kasus di kawasan budidaya pengembangan sapi
Tujuan penelitian ini adalah : (1) mendeskripsikan karakteristik dan komposisi skala usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Kampar saat ini. (2) mengkaji pendapatan usaha peternakan sapi potong dengan komposisi skala usaha, kecil, sedang dan besar (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha peternakan sapi potong. (4) mengkaji rata-rata kebutuhan hidup keluarga peternak dan tingkat kesejahteraanya untuk hidup layak. (5) menganalisis status kelayakan usaha peternakan sapi potong pada setiap skala usaha. (6) menganalisis upaya yang perlu dilakukan oleh Dinas Peternakan dalam ranka pemberdayaan peternak untuk mencapai skala pemeliharaan yang layak bagi usaha peternakan sapi potong.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kasus (studi kasus) melalui riset deskriptif dengan pendekatan observasi dan survei. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada peternak sapi potong dan juga dengan pengambil keputusan. Pengambilan sampel peternak menggunakan metode simple random sampling dan membagi hasil sampel yang diperoleh atas tiga skala usaha berdasarkan jumlah kepemilikan ternak sapi potong yaitu skala usaha kecil (1-5 ekor) sebanyak 57 responden, skala sedang (6-10 ekor) sebanyak 20 responden dan skala besar (> 10 ekor) sebanyak 11 responden. Sedangkan untuk responden pengambil keputusan menggunakan metode purposive sampling yaitu memilih dengan sengaja pengambil keputusan yang berwenang dan diperoleh delapan responden.
Analisis yang dilakukan meliputi : (1) Analisis deskriptif mengenai karakter peternak dan usaha ternak, (2) Analisis usaha yang terdiri dari analisis biaya produksi, penerimaan dan analisis pendapatan usaha, (3) Analisis Skala Ekonomi (economic of scale), (4) Analisis faktor-faktor keberhasilan usaha dengan regresi berganda, (5) Analisis Kelayakan yang terdiri dari kelayakan menurut persepsi peternak dan kelayakan secara finansial melalui pendekatan cash flow untuk menghitung NPV, Net B/C, IRR dan PBP dan dilanjutkan dengan Analisis Sensitifitas, (6) Analisis Skala Pemeliharaan Yang Memenuhi Standar Kebutuhan Minimal yaitu USD 1.500 per KK per tahun, dan (7) Perumusan alternatif strategi untuk pemberdayaan peternak dilakukan dengan Analisis SWOT.
Berdasarkan karekteristik peternak yang teramati dalam penelitian ini yaitu umur, pendidikan, pengalaman beternak, mata pencaharian, dan motivasi beternak maka dapat ditelaah bahwa peternak sapi potong pada lokasi penelitian pada setiap skala didominasi oleh usia produktif (35 - 55 tahun). Peternak sapi potong umumnya menganggap bahwa usaha peternakan yang dilakukan bukan merupakan mata pencaharian utama, peternakan hanya merupakan pekerjaan sampingan. Pada skala I tidak ada peternak yang menjadikan usaha ternak sapi sebagai mata pencaharian utama, pada skala II hanya 10 % dari peternak yang menjadikan usaha ternak sapi sebagai mata pencaharian utama, sedangkan pada skala III meningkat menjadi 36.36 %.
Dari karekteristik usaha dapat dikaji rata-rata kepemilikan sapi potong sebanyak 3 + 1 ekor pada skala I (kecil), 7 + 1 ekor pada pemeliharaan skala II (sedang) dan 17 + 8 pada skala III (besar). Variasi jumlah kepemilikan sapi potong secara keseluruhan berkisar antara satu ekor sampai 35 ekor. Tujuan pemeliharaan yang dilakukan peternak terkait dengan cara memelihara dan komposisi ternak yang dimiliki. Jumlah ternak jantan muda yang dimiliki merupakan indikasi usaha pemeliharaan dengan tujuan penggemukan (fattening) dan jumlah induk betina sebagai indikasi usaha pemeliharaan sapi potong bibit dengan tujuan budidaya (breeding). Pada skala I dan II peternak lebih banyak bertujuan untuk breeding sekitar 61.40 % dan 50 %, sedangkan pada skala III tujuan pemeliharaan yang banyak dilakukan peternak mulai mengarah ke fattening (45.45 %) walaupun tujuan pemeliharaan campuran persentasenya lebih tinggi (54.55 %) namun indikasi mengarah ke fattening terlihat dari tidak adanya tujuan pemeliharaan khusus untuk breeding (0 %).
Analisa biaya produksi menunjukkan persentase total biaya tetap dibandingkan dengan total biaya produksi pada setiap skala cenderung menurun dengan meningkatnya skala usaha, pada skala I persentase total biaya tetap 6,69%, pada skala II 6.09% dan menurun pada skala III menjadi 2.86 %. Hal ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya skala usaha kebutuhan biaya tetap cenderung menurun walaupun secara nominal biaya tetap meningkat. Biaya produksi terbesar adalah biaya variabel untuk pembelian bakalan, kemudian pakan dan tenaga kerja. Peternak juga perlu memasukkan semua biaya usaha baik biaya kas maupun non kas agar semua biaya produksi dapat diperhitungkan sehingga dapat mengantisipasi biaya yang tidak diperlukan seperti biaya non kas yang selalu dianggap bukan biaya produksi, padahal jika dimasukkan sebagai biaya, usaha tersebut sebenarnya dalam keadaan rugi.
Dari perhitungan analisis pendapatan, diketahui bahwa pada skala kecil (I) pendapatan rata-rata peternak dari hasil usahanya selama satu tahun sebesar Rp. 1.355.162,- pada skala sedang (II) meningkat menjadi Rp. 3.384.338,- dan pada skala besar (III) pendapatan rata-rata peternak menjadi Rp. 14.018.203,-. Terdapat kecenderungan peningkatan pendapatan akibat dari peningkatan skala usaha. Sedangkan dari analisis skala ekonomi diperoleh bahwa usaha peternakan sapi potong dengan mengkaji kurva longrun average cost (LRAC) didapatkan skala ekonomi pada pemeliharaan skala II yaitu pada pemeliharaan lima sampai delapan ekor sapi potong.
Dari tujuh variabel bebas yang semula diduga dapat mempengaruhi keberhasilan usaha, ternyata hanya empat variabel yaitu tingkat efisiensi, jumlah sapi betina produktif, jumlah sapi bakalan dan manajemen yang berpengaruh secara siginfikan pada alpha 0.05 dan 0.1. Dengan analisa regresi diketahu bahwa fungsi keberhasilan usaha ternak sapi potong pada penelitian ini mempunyai koefisien determinasi (R2 = 0.96), menunjukkan bahwa variabel bebas yang diduga dapat menjelaskan 96 % variasi variabel tak bebas, hanya empat persen yang tidak dapat dijelaskan. Dengan demikian hubungan antara variabel tak bebas dan variabel bebasnya telah dimodelkan dengan baik. Model persamaan regresinya dapat dituliskan sebagai berikut :
Y = -4.194.552,00 + 2.544.530,50 X1 + 370.183,34 X3 + 589.609,63 X4 + 973.621,54D
Dari analisa persepsi peternak, ketiga skala usaha tersebut tidak ada yang dapat memenuhi kebutuhan hidup peternak dan keluarganya. Sisa hasil usaha yang diperoleh semuanya menunjukkan tanda negatif. Pada penilaian kriteria kelayakan secara finansial, skala usaha yang layak bagi usaha ternak sapi potong adalah pada skala besar, sedangkan pada skala kecil dan sedang tidak layak secara financial. Dengan membandingkan nilai NPV pada ketiga skala usaha tersebut terhadap standar minimal kehidupan yang diharapkan untuk mengetahui kelayakan skala pemeliharaan, dapat ditelaah ternyata dari ketiga skala tersebut belum dapat memenuhi standar minimal yang diinginkan namun ada indikasi kenaikkan skala usaha cenderung meningkatkan pendapatan, sehingga untuk mencapai standar tersebut dapat dilakukan dengan terus meningkatkan skala usaha sampai jumlah pemeliharaan ternak yang layak untuk diusahakan oleh seorang peternak sapi potong.
Dalam usaha mencapai skala pemeliharaan yang dapat memenuhi standar minimal kebutuhan hidup keluarga peternak diperlukan beberapa upaya pemberdayaan peternak yang disesuaikan dengan visi, misi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai pemerintah Kabupaten Kampar dalam hal ini Dinas Peternakan Kabupaten Kampar. Dari analisa SWOT yang dilakukan dalam penelitian ini didapatkan beberapa alternatif strategi diantaranya meningkatkan kemampuan peternak baik dari segi teknis maupun non teknis dengan berbagai pelatihan, penyuluhan dan pembinaan secara kontinyu, melakukan kerjasama diantara peternak, pemerintah dan swasta dalam hubungan kerjasama yang saling menguntungkan, memberikan dorongan berupa penambahan jumlah ternak untuk membantu peningkatan skala usaha kepada peternak yang berpotensi, melakukan rekayasa kelembagaan melalui titip kelola agar tercapai skala usaha yang layak, juga memusatkan kawasan pengembangan ternak terpadu sehingga lebih memudahkan pembinaan, membentuk kelompok-kelompok usaha untuk mengantisipasi posisi tawar menawar peternak, membentuk sistem informasi pasar yang terjadwal dan mudah dijangkau, dan membuat pasar ternak sebagai upaya memanfaatkan peluang pasar.
Kesimpulan dari penelitian ini secara umum adalah usaha ternak sapi potong di Kabupaten Kampar merupakan usaha yang dapat terus dilakukan karena masih memberikan kontribusi bagi pendapatan keluarga dan telah mencapai skala ekonomi (economic of scale) pada jumlah pemeliharaan lima sampai delapan ekor. Namun secara pencapaian standar minimal kebutuhan hidup keluarga peternak belum memenuhi harapan, sehingga diperlukan berbagai upaya seperti perbaikan manajemen dan efisiensi biaya serta melakukan upaya pemberdayaan peternak dan usahanya, baik oleh pemerintah, swasta maupun peternak itu sendiri. Ada indikasi bahwa kenaikan skala usaha menyebabkan usaha semakin layak, terlihat dari kelayakan secara finansial pada skala besar (III) dan pendapatan yang semakin meningkat. Dengan demikian skala usaha peternakan sapi potong rakyat masih dapat terus ditingkatkan sampai mencapai skala pemeliharaan yang layak secara ekonomi dan finansial.
Implikasi manajerial yang dapat disarankan secara keseluruhan adalah (1) Peternak memahami perhitungan analisis biaya dan pendapatan untuk mengetahui kondisi peternak dalam keadaan rugi atau tidak dan juga untuk mengantisipasi biaya yang menyebabkan kerugian (2) Meningkatkan efisiensi biaya dengan mengurangi pengeluaran untuk biaya non kas dan mengoptimalkan sumberdaya yang ada dan meningkatkan produksi dengan perbaikan reproduksi dan mutu pakan. (3) Peningkatan penerimaan dengan menaikkan nilai penjualan ternak yang dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas ternak. (4) Menaikkan harga jual ternak agar diperoleh penerimaan yang layak bagi peternak sapi dengan memperbaiki pemasaran seperti informasi pasar dan membuat pasar ternak.(5) Peningkatan skala usaha melalui penambahan modal usaha, seperti menjalin kerjasama dengan lembaga keuangan dan investor, atau peternak membentuk kelompok usaha dan bergabung menjadi skala usaha yang lebih besar. (6) Strategi pemberdayaan peternak sapi potong tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga melibatkan peternak itu sendiri dan pihak swasta dengan melakukan kerjasama yang saling menguntungkan.
PMAP UGM GELAR PELATIHAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI POTONG”
Akhir-akhir ini, sapi potong menjadi salah satu pilihan komoditas yang diyakini bisa menjadi sumber pendapatan keluarga. Proses pemeliharaan sapi potong cukup mudah dilakukan. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pemeliharaan yang dilakukan para peternak. Beberapa peternak belum memiliki orientasi bahwa beternak sapi potong bisa menjadi sumber pendapatan utama. Sehingga menjadi masuk akal jika pemeliharaan sapi potong selama ini masih terkesan asal-asalan.
Berbicara mengenai manajemen pemeliharaan sapi potong, mau tidak mau harus berbicara proses pemeliharaan sapi potong, dari hulu sampai ke hilir. Banyak hal yang harus diketahui, dari pemilihan bibit, pemberian pakan, sampai pada pemasaran. Permasalahan-permasalahan semacam ini tentu saja belum banyak diketahui para peternak sapi potong. Oleh karena itu, Pusat Magang dan Pelatihan Agribisnis Peternakan (PMPAP) sebagai lembaga yang dibentuk oleh Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada menggelar pelatihan setengah hari mengenai manajemen pemeliharaan sapi potong.
Pelatihan berlangsung di Ruang Sidang Besar (RSB) Fakultas Peternakan UGM hari Rabu, 22 Maret 2006. Peserta pelatihan berasal dari para peternak di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Seperti dituturkan ketua penyelenggra pelatihan R. Ahmad Romadhoni SP, S.Pt., sebanyak 60 peternak se DIY mengikuti pelatihan ini. “Kami terkejut, ternyata sambutan peternak di DIY sangat luar biasa. Peserta datang dari seluruh kabupaten/kota yang ada di Yogyakarta.”, ujar Ahmad R.
Sedangkan, Ir. Rusman, MP., Ph.D selaku Direktur Eksekutif PMPAP mengungkapkan, Pelatihan manajemen Pemeliharaan Sapi Potong untuk para peternak di DIY ini, merupakan pengalaman pertama bagi PMPAP semenjak berdiri setahun lalu. Pelatihan yang dibagi tiga sesi ini mengundang pembicara ahli, antara lain Prof. Dr. Ir. Nono Ngadiyono, MS yang berbicara mengenai manajemen usaha sapi potong dari masalah pemilihan bibit sampai pada perhitungan analisis ekonomi di sesi pertama. Kemudian di sesi kedua hadir Ilham Ahmadi, SE seorang praktisi dari dunia tataniaga sapi potong yang mengupas mengenai prospek dan peluang bisnis sapi potong di Indonesia. Sementara itu, di sesi penutup hadir Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA yang berbicara mengenai manajemen pakan sapi potong.
Disela-sela pelatihan disampaikan pula hasil-hasil penelitian terbaru dan aplikatif yang telah dilakukan Fakultas Peternakan UGM. Pemaparan ini merupakan wujud konsistensi Fakultas Peternakan UGM untuk terus memajukan dunia peternakan di Indonesia. Sebagaimana yang disampaikan Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof. Dr. Ir. Tri Yuwanta, SU.,DEA. saat membuka acara: “Sudah saatnya Perguruan Tinggi melakukan proses pembelajaran tentang keilmuannya bukan hanya pada mahasiswa namun juga pada masyarakat umum sebagai perwujudan pengabdian kepada masyarakat.”
Lebih lanjut Ahmad Romadhoni mengungkapkan, bila kenyataan banyak dari masyarakat umum yang ingin belajar tentang peternakan. Hal ini tentu menjadi tanggungjawab Fakultas Peternakan UGM dan sekaligus menjawab tantangan tersendiri. “Dan ini menjadi peluang bagi PMPAP untuk melakukannya. Fakultas telah merencanakan bahwa pelatihan seperti ini akan terus diadakan dan dikembangkan, sekaligus kita akan memperluas sasaran bukan hanya para peternak tetapi juga masyarakat luas yang membutuhkan pelatihan seperti ini”, tandas Ahmad Romadhoni (Humas UGM).
Yogyakarta, 22 Maret 2006
Direktur Eksekutif PMPAP
Ir. Rusman, MP., Ph.D.
Kereman
Petunjuk Teknis Teknologi Inovasi Pakan Murah Untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong
Loka Penelitian Sapi Potong merupakan Unit Pelaksana Teknis Badan Litbang Pertanian yang dibentuk pada tahun 2002, berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Puslitbang Peternakan, mempunyai tugas pokok diantaranya melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan aspek nutrisi, peningkatan mutu, dan pemanfaatan biomas lokal sebagai pakan sapi ng. Usaha peternakan sapi potong di Indonesia didominasi oleh system usaha pemeliharaan induk-anak sebagai penghasil bakalan/ pedet (calf cow operation) Hampir 90 persen usaha ini dilakukan oleh peternak rakyat, pada umumnya belum menerapkan konsep usaha yang intensif. Usaha ini kurang diminati oleh pemodal karena dianggap secara ekonomis kurang menarik dan dibutuhkan waktu pemeliharaan cukup panjang. Paradigma pembangunan peternakan pada era globalisasi adalah terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif melalui peternakan tangguh berbasis sumber daya lokal. Program aksi untuk mewujudkan swasembada daging sapi pada tahun 2010 antara lain dapat dilakukan melalui kebijakan teknis pegembangan agribisnis sapi pola integrasi tanaman ternak berskala besar dengan pendekatan berkelanjutan dengan biaya murah dan optimalisasi pemanfaatan limbah atau yang dikenal dengan istilah low external input sustainable agriculture (LEISA) dan zero waste , terutama di wilayah perkebunan. Kegiatan operasional untuk pengembangan usaha perbibitan sapi potong yang murah dan efisien dapat dilakukan secara terintegrasi dengan perkebunan, tanaman pangan dan memanfaatkan sumber pakan biomas lokal. Melalui inovasi teknologi limbah dan sisa hasil ikutan agroindustri pertanian dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan sapi yang potensial untuk usaha penggemukan dan pembibitan (Badan Litbang Pertanian, 2005). Bahan pakan asal biomas lokal yang berharga murah pada umumnya bersifat serta mempunyaiketerbatasan kualitas karena kandungan protein, TDN, palatabilitas dan kecernaan yang rendah dapat digunakan secara optimal sebagai pakan basal dan telah terbukti selain dapat menurunkan biaya ransum juga mampu meningkatkan produktivitas ternak. Teknologi inovasi “pakan murah” untuk usaha pembibitan sapi potong lokal diharapkan dapat memenuhi target : Menekan kematian pedet pra-sapih kurang dari 3%,
Jarak beranak selambat-lambatnya dari 14 bulan,
Laju pertambahan bobot badan harian (PBBH) pedet s.d. disapih umur 7 bulan sekurang-kurangnya 0,4 kg,
Skor kondisi tubuh (kegemukan) induk selama menyusui dalam kategori sedang .
Usaha pembibitan sapi potong lokal dapat memberikan keuntungan ekonomis. bulky
Minggu, 24 Mei 2009
Penggemukan sapi potong
Urine Sapi untuk Pestisida
URINE sapi sebaiknya tidak dibuang. Sebab, urine yang berbau menyengat hidung itu ternyata laku dijual untuk pestisida alami. Ingin bukti? Datang saja ke kelompok tani Mulyo asuhan Sucipto Sudarno di Dukuh Termas Desa Gringging Kecamatan Sambungmacan, Sragen.
Anggota kelompok tani yang mengelola peternakan sapi itu selalu menampung urine sapi untuk dimanfaatkan sebagai pestisida alami.
''Urine yang sudah kami olah dengan empon-empon kami jual Rp 2.000/liter,'' tutur Kusno, anggota kelompok tani Mulyo, kemarin. Tidak sembarang cairan bisa dicampur dengan empon-empon (rempah-rempah).
Sebelum dijual, tentu saja urine harus di oplos dengan empon-empon seperti campuran kunyit, kencur, jahe, dan temu ireng. Sesuai dengan standar pengolahan, 100 liter urine dicampur dengan 10 kg empon-empon. Setelah dicampur dan diolah sedemikian rupa, cairan ditampung dalam tong plastik didiamkan selama empat hari. Setelah itu, cairan tersebut siap dijual ke pasaran. Harga pestisida curah itu bisa laku Rp 2.000 - Rp 4.000/liter. Bahkan ada peternak asal Boyolali yang membeli urine di Sragen dan mengemasnya kembali untuk dijual Rp 8.000 - Rp 12.000 per liter. Kelompok tani Mulyo kewalahan menerima pesanan pestisida alami itu. Sebab produksi urine sapi dari kelompok tani itu terbatas.
''Karena itu, kami juga mau membeli urine asli dari peternak sapi yang lain,'' katanya.
Pembasmi Hama
Apa manfaat urine hingga bisa laku keras di pasaran? Pestisida alami itu ternyata bisa mengusir dan membunuh hama tanaman. Penyemprotan dilakukan cukup mudah, yakni menggunakan sprayer yang biasa dipakai petani untuk menyemprotkan pestisida berbahan kimia.
Empat liter pestisida alami disaring dan dimasukkan ke tabung sprayer kemudian disemprotkan merata di tanaman padi milik petani.
''Hasilnya tidak diragukan lagi, hama wereng dan penggerek batang yang tersemprot pestisida buatan itu akan mati dalam 2-3 hari,'' kata Kusno. Anehnya, cacing tanah, belalang, atau serangga predator alami hama padi ternyata tidak ikut mati jika tersemprot pestisida buatan itu.
Disarankan saat menuang cairan ke dalam sprayer menggunakan penutup hidung karena bau pembasmi hama itu sangat tajam. Kusno mengaku, para anggota kelompok tani Mulyo mendapatkan keahlian membuat pestisida alami itu dari Sekolah Lapang Pengendalai Hama Terpadu (SLPHT) di LPH Palur, Karanganyar. (Anindito AN-16n)
Rabu, 29 April 2009
3. PENGAWETAN PAKAN DENGAN CARA AMONIASI
Pengawetan pakan dengan Amoniasi bisa dilakukan dengan mudah , menyenangkan aman dan menguntungkan, selama mengikuti beberapa syarat tahapan yang simpel, agar pekerjaan yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang di kehendaki .
Hijauan sebagai pakan ternak semakin hari semakin sulit di dapat, terlebih saat musim kemarau panjang. Walau demikian limbah produksi padi, yaitu jerami padi cukup berlimpah, bahkan sebagian dibakar. Sebetulnya jerami tersebut masih dapat dimanfaatkan untuk ternak. Namun karena pemanfaatan jerami untuk pakan ternak masih belum umum di lakukan di Indonesia, maka jerami yang tersedia umumnya tidak dalam kadaan baik untuk di pergunakan dalam amoniasi jerami.
Jerami itu sendiri untuk pakan ternak sebetulnya kualitasnya sangat rendah, sehingga harus di olah terlebih dahulu agar kualitasnya meningkat. Kandungan gizi jerami padi yang berupa protein hanya 3-5 %, padahal hijauan rumput, misalnya rumput gajah mencapai 12-14%. Demikian pula kadar vitamin dan mineralnya juga sangat rendah, sehingga jerami padi dikategorikan pakan yang “miskin” gizi
Disamping itu serat jerami sangat liat, atau dengan kata lain kecernaannya rendah, hanya sekitar 25-45%, tergantung varietasnya.
Amoniasi jerami padi dapat meningkatkan kadar nutrisi dan meningkatkan kecernaan nya sehingga bisa lebih berdaya guna sebagai pakan ternak ruminansia
PENGAWETAN HIJAUAN DENGAN AMONIASI
Dalam setiap hijauan termasuk di dalamnya adalah jerami padi, terdapat Sellulosa dan hemisellulosa yang merupakan bagian dari serat kasar hijauan. Keduanya secara kimia merupakan rantai yang panjang dari glukosa. Ikatan rantai ini cukup kuat. Disamping itu mereka juga berikatan dengan lignin, ikatan inipun lebih kuat dari ikatan diantara sellulosa tadi. Semua jalinan ikatan tersebut secara keseluruhan sangat tahan tahan terhadap “serangan” enzim yang dikeluarkan oleh mikroba rumen (pencernaan). Sehingga kandungan sellulosa dan hemisellulosa, tidak dapat di cerna dan di manfaatkan tubuh ternak sebagai energi.
Pengolahan amoniasi adalah suatu proses pememotongan ikatan rantai tadi dan membebaskan sellulosa dan hemisellulosa agar dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Amoniak (NH3) yang berasal dari urea akan bereaksi dengan jerami padi, sehingga ikatan tadi bisa terlepas dan berganti ikatan dengan NH3, dan saat yang sama sellulosa serta hemisellulosa akan terlepas dari ikatan. Dengan demikian maka sifat kecernaan jerama akan meningkat, juga kadar proteinnya juga meningkat karena NH3 yang terikat akan berubah menjadi senyawa sumber protein.
Dengan demikian keuntungan amonisasi adalah :
· Kecernaan meningkat
· Protein jerami meningkat.
· Menghambat pertumbuhan jamur.
· Memusnahkan telur cacing yang terdapat dalam jerami.
Dengan keuntungan yang di dapat tersebut maka proses pengawetan dengan sendirinya juga terjadi.
Tujuan pembuatan Amonisasi:
Jika dilihat dari nilai nutrisi secara detail, jerami padi ini mempunyai kandungan protein 4,5 – 5,5%, lemak 1,4 - 1,7 %, serat kasar 31,5 – 46,5%, abu 19,9 – 22,9%, kalsium 0,19%, fosfor 0,1% dan BETN 27,8 – 39,9%.
Dengan demikian karakteristik jerami padi sebagai pakan ternak tergolong hijauan bermutu rendah. Selain kandungan nutrisinya yang rendah, jerami padi juga termasuk pakan hijauan yang sulit dicerna karena kandungan serat kasarnya tinggi sekali. Daya cerna yang rendah itu terutama disebabkan oleh struktur jaringan jerami yang sudah tua. Jaringan-jaringan pada jerami telah mengalami proses lignifikasi (pengerasan) sehingga terbentuk ligriselulosa dan lignohemiselulosa.
Selain oleh adanya proses lignifikasi, rendahnya daya cerna ternak terhadap jerami disebabkan juga oleh tingginya kandungan silikat. Lignifikasi dan silifikasi tersebut secara bersamaan akan semakin meurunkan dayaa cerna jerami padi.
Rendahnya kandungan nutrisi jerami padi dan sulitnya daya cerna jerami, menyebabkan jerami menjadi pakan ternak ruminansia sangat rendah manfaatnya Tujuan pembuatan Amonisasi adalah meningkatkan kualitas jerami yang rendah kandungan nutrisinya, menjadi jerami yang kandungan nutrisinya memadai, serta makin tingi daya kecernaannya
Kandungan amonia juga akan digunakan oleh mikroba rumen dalam aktivitas sintesis protein, sehingga bisa membuat jerami padi menjadi lebih baik untuk dikonsumsi dan daya cernanya yang tinggi.
Prinsip Dasar Amonisasi
Diatas telah di bahas bahwa jerami padi merupakan pakan ternak yang miskin nutrisi dan sulit di cerna oleh ternak.
Penyebab dari rendahnya kecernaan adalah terdapat lignin sekitar 6-7%. Lignin tidak dapat dicerna dalam rumen atau dalam pencernaan. Juga mengandung 13 % silikat. Silikat dan lignin ini bagaikan kaca pelapis, yang melapisi zat-zat yang berguna dan bernilai energi tinggi seperti protein, selulose, hemiselulose. Disamping itu ikatan serat di dalamnya juga sangat kuat. Sehingga jerami padi di golongkan pada pakan yang kurang berdaya guna untuk pertumbuhan ternak.
Amoniasi tujuannya adalah untuk memecah kaca pelindung tersebut diatas, serta mengurai ikatan serat yang sangat kuat pada dinding jerami tersebut, agar sellulosa dan hemisellulosa, yang mempunyai nilai energi sangat tinggi bisa di cerna dan diserap oleh pencernaan ternak ruminansia
Terdapat beberapa bahan kimia yang dapat dimanfaatkan seperti kaustik soda (NaOH), Urea dan bahan kimia lainnya, namun disamping kurang aman bagi lingkungan, harga dan cara penanganannya sangat banyak membutuhkan biaya.
Bahan kimia yang paling murah dan mudah di dapat serta mudah penanganannya adalah dengan menggunakan Urea
Urea merupakan salah satu sumber amoniak (NH3) berbentuk padat. Urea yang banyak beredar untuk pupuk tanaman pangan kadar nitrogen yang terkandung didalamnya adalah 46 persen.
Dosis amoniak yang biasa digunakan secara optimal adalah 4 – 6 % NH3 dari berat kering jerami. Kurang dari 3 % tidak ada pengaruhnya terhadap daya cerna maupun peningkatan kandungan protein kasar, tetapi amoniak ini hanya berfungsi sebagai pengawet saja. Bila lebih dari 6 % amoniak akan terbuang karena tidak sanggup lagi diserap oleh jerami dan akan lepas ke udara bebas, kerugiannya hanya pemborosan amoniak yang berarti kerugian ekonomis saja.
Bahan pembuatan Amoniasi
Jerami padi. Pupuk Urea
Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat Amoniasi :
Tumbuhan yang berdinding keras, seperti batang padi, atau jerami yang berkualitas baik, artinya tidak busuk ataupun basah karena terendam air sawah maupun hujan
Proses pembuatan Amoniasi:
Penyediaan perlengkapan dan peralatan
1. Sediakan jerami padi yang sudah kering dan dalam keadaan baik.
2. Sediakan kotak untuk mencetak jerami dengan ukuran yang di sesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan lokasi peternakan
3. Sediakan tali pengikat jerami yang telah di cetak.
4. Siapkan lembaran plastik untuk pembungkus jerami
5. Sediakan karung plastik untuk mengantongi bungkusan jerami.
6. Sediakan urea dalam jumlah yang memadai sesuaikan dengan jumlah jerami, 4-6 kg urea untuk setiap 100 kg jerami padi),
7. Sediakan timbangan yang sesuai dengan berat tiap ikatan jerami
8. Sediakan tempat penyimpanan jerami, yang terlindung dari hujan dan sengatan sinar matahari.
Tahapan yang paling praktis amoniasi jerami adalah sebagai berikut:
1. Pencetakan Jerami
Tujuan pencetakan adalah , agar mempermudah penyusunan jerami saat dilakukan proses amoniasi, mempermudah penghitungan jumlah dan timbangan jerami.
Masukan jerami-jerami tersebut kedalam kotak cetakan yang telah di sediakan. Lakukan pemadatan atau pengepresan terhadap jerami yang berada di dalam kotak cetakan tersebut. Setelah padat , keluarkan jerami tersebut.
Mohon di catat disini, bahwa pemasukan jerami kedalam cetakan , bisa dan akan dilakukan selapis demi selapis, pemadatan juga dilakukan selkapis demi selapis. Guna mengakomodasi penebaran urea yang lebih merata.
2. Pengikatan.
Jerami yang telah di keluarkan dari kotak cetakan, di ikat dengan menggunakan tali rafia atau tali lain yang tersedia dan cukup kuat.
3. Penimbangan
Jerami yang telah terikat dalam bentuk kotak/balok ditimbang. Lakukan penimbangan untuk beberapa ikat jerami, agar di dapat berat rata-rata untuk setiap ikatnya. Sehingga untuk selanjutnya tidak usah semua djerami di timbang seluruhnya, cukup dengan mengetahui jumlah ikatan balok jerami, dapat di ketahui jumlah berat nya
4. Penaburan urea
Cara yang terbaik dalam penaburan urea adalah dengan cara menaburkannya selapis demi selapis saat melakukan pencetakan dlam kotak cetakan. (lihat catatan di poin 1) Setelah mengetahui berat jerami untuk tiap pencetakan maka akan segera di ketahui jumlah urea yang di butuhkan. Yaitu dengan menghitung berat rata-rata tiap ikatan balok jerami di kalikan dengan 4-6%, misal berat tiap ikatan balok jerami adalah 100 Kg, maka jumlah urea yang di butuhkan adalah 6 Kg.
Lakukan penakaran untuk 6 Kg urea, dengan menggunakan wadah , misalnya ember kecil. Satu ember penuh menampung 6 Kg urea. Maka untuk setiap pencetakan membutuhkan satu ember urea.
Setelah satu lapisan jerami di padatkan , taburkan urea secukupnya , misal 1Kg. Kemudian letakan dan padatkan lapisan jerami berikutnya, kemudian taburkan kembali urea di atas lapisan tersebut. Demikian seterusnya sehingga saat cetakan jerami di keluarkan dari cetakannya dan di ikat, bisa langsung di lakukan pembungkusan, tanpa perlu menaburinya lagi dengan urea
Cara yang kedua adalah, jerami yang telah diikat ditaburi urea . Penaburan urea ke dalam ikatan jerami harus dilakukan secara merata, agar proses amoniasi jerami padi berjalan dengan baik.
Dosis urea yang ditaburkan ke dalam jerami jumlahnya sekira 4%-6% dari berat jerami. Dengan kata lain, setiap 100 kg jerami padi yang akan diamoniasi membutuhkan urea sebanyak 4-6 kg.
Jika dosis urea yang ditaburkan ke dalam jerami terlalu banyak, maka urea tersebut tidak akan memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai nutrisi pada jerami
5. Pembungkusan
Jerami yang telah ditaburi urea harus segera dibungkus dengan rapat. Bahan pembungkus yang digunakan biasanya berupa lembaran plastik dengan ketebalan yang cukup memadai. Pembungkusan ini sangat penting dilakukan agar tercipta kondisi hampa udara (an-aerob). Proses amoniasi harus berlangsung tanpa kehadiran udara, sehingga pembungkusan harus dilakukan secara hati-hati. Untuk mencegah kebocoran, jerami yang telah ditaburi urea dapat dibungkus dengan lembaran plastik sebanyak dua lapis atau lebih.
6. Pengarungan
Jerami yang telah terbungkus di masukan kedalam karung, agar mudah penanganannya, serta melindungi kerusakan plastik pembungkusnya yang dapat mengakibatkan kebocoran.
7. Penempatan
Karung-karung yang berisi jerami tersebut harus disimpan di tempat yang teduh dan terhindar dari air hujan. Untuk mengoptimalkan penggunaan gas amoniak oleh jerami, maka sebaiknya karung-karung tersebut disusun bertumpuk ke atas, di atas karung yang teratas sebaiknya diberi beban agar ada tekanan ke bawah. Proses penyimpanan ini membutuhkan waktu selama 1 bulan atau 30 hari.
8. Pembukaan
Satu bulan kemudian, jerami yang terbungkus dapat dibuka dari kemasannya. Pembukaan tersebut harus dilakukan secara hati-hati karena akan membuat mata menjadi perih. Jerami amoniasi yang baik ditandai dengan bau amoniak yang sangat menyengat. Oleh karena itu, jerami amoniasi tersebut harus dibiarkan di udara terbuka dan di angin-anginkan terlebih dahulu agar bau amoniak dapat berkurang.
Jerami amoniasi harus disimpan di ruang penyimpanan beratap dengan ventilasi yang memadai. Jika jerami amoniasi dibiarkan di udara terbuka dan terkena air hujan, maka akan terjadi proses pelapukan atau dekomposisi pada jerami tersebut. Penyimpanan dapat dilakukan hingga satu tahun dengan kualitas yang tetap terjaga.
9.Pemberian pakan Jerami Amoniasi
Jerami amoniasi dapat diberikan pada ternak dalam bentuk utuh, atau .dicampur dengan makanan tambahan atau penguat lainnya untuk meningkatkan palatabilitas dan mengimbangi kandungan kandungan nitrogen non-protein pada urea. Pemberian jerami amoniasi sebagai makanan pokok membutuhkan air minum sebagai faktor yang sangat perlu diperhatikan ketersediaannya.
Bagi Pemula:
Setelah membaca penjelasan di atas maka proses amoniasi akan sangat mudah di fahami dan sangat mudah di buatnya. Namun Bagi para pemula hal ini tak ubahnya seperti resep masakan, dengan resep yang sama belum tentu menghasilkan masakan yang sama lezatnya. Karena proses pembuatannya , lingkungannya serta keterampilan dan pengalaman pemasaknya berbeda-beda.
Lakukan pembuatan amoniasi dalam sekala sangat kecil terlebih dahulu. Buatlah sepuluh unit atau sepuluh kantung jerami amoniasi, lima unit dengan cara penaburan urea saat pencetakan (sebut cara A), lima unit lainnya sesudah pencetakan (sebut cara B). Jangan lupa memberikan tanda yang sama untuk kemasan unit yang sama, agar tidak bingung saat melakukan pemeriksaan dan pembandingan nantinya
Setiap enam hari buka dua unit kemasan masing-masing satu unit cara A dan satu unit cara B. Lakukan analisa pemeriksaan, dan catat hasilnya. Dengan demikian pada minggu ke lima atau hari ke 30, anda bisa melihat perbedaan antara kedua cara penebaran urea tersebut. Hasil yang lebih baik agar di pergunakan sebagai standard kerja anda pada pembuatan amoniasi berikutnya , yang tentunya dalam sekala yang lebih besar sesuai dengan kebutuhan anda.
Kriteria Amoniasi :
Kriteria hasil amoniasi yang baik adalah :
· Berwarna kecoklat-coklatan.
· Kering.
· Jerami padi hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami asalnya.
Penyimpanan Hasil Amoniasi:
Jerami hasil amoniasi atau jerami amoniasi, jika di keluarkan dari pembungkusnya harus diletakkan pada tempat atau rang yang terbuka tapi terlindung dari air hujan dan sengatan matahari. Air akan menyebabkan terjadinya pembusukan secara cepat pada jerami amoniasi.
Semakin lama di simpan maka bau amonia nya akan makin hilang, dan semakin baik pula di berikan sebagai pakan ternak.
Selasa, 10 Februari 2009
BENARKAH PENYAKIT SAPI GILA MENULAR PADA MANUSIA ?
Dr. H. Santoso Soeroso,SpA(K),MARS
RS. Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso
Jakarta
Penyakit sapi gila (Bovine Spongiform encephalopathy/BSE) adalah penyakit yang disebabkan oleh bahan infeksius yang baru dikenal dan disebut prion. BSE menyerang sapi dan tanda-tanda BSE itulah yang baru-baru ini ditemukan pada seekor sapi di Washington, Amerika Serikat sehingga menyebabkan kepanikan di seluruh dunia.
Mengapa kepanikan itu muncul ? Karena Amerika Serikat adalah produsen besar daging sapi dan turunannya dan diduga prion yang menyebabkan BSE , dapat menular kepada manusia dan menyebabkan penyakit yang dalam istilah kedokteran disebut Subacute Spongiform Encephalopathy (SSE).
Prion
Dunia kesehatan selalu dihadapkan pada fenomena baru setiap kali ilmu pengetahuan dan teknologi berhasil mengungkapkan sesuatu yang baru. Prion protein (PrP) atau biasa disebut prion adalah sejenis protein yang diperoleh dari jaringan otak binatang yang terkena penyakit radang otak yang tidak diketahui sebabnya yang disebut bovine spongiform encephalopathy. Prion bukan benda hidup yang lengkap layaknya bakteri, virus ataupun protozoa. Prion dapat dibedakan dari virus atau viroid karena tidak memiliki asam nukleat dan oleh karenanya dia tahan terhadap semua prosedur yang bertujuan mengubah atau menghidrolisa asam nukleat termasuk ensim protease ,sinar ultraviolet, radiasi dan berbagai zat kimia seperti deterjen, zat yang menimbulkan denaturasi protein seperti obat disinfektan atau pemanasan/perebusan. Namun yang mengherankan prion memiliki kemampuan memperbanyak diri melalui mekanisme yang hingga saat ini belum diketahui. Prion sampai sekarang dianggap sebagai benda yang bertanggung jawab terhadap kejadian ensefalopati pada penyakit sapi gila (BSE), Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD) , Gerstmann-Straussler Syndrome dan penyakit Kuru sejenis penyakit kelumpuhan yang timbul pada keluarga tertentu . Semuanya memiliki gejala yang sama yaitu jaringan otaknya mengalami degenerasi menjadi benda yang berlubang ? lubang kecil seperti layaknya karet busa atau spons dan oleh karena itu disebut sebagai spongiform encephalopathy, keadaan itu sejalan dengan gangguan pergerakan anggota tubuh/kelumpuhan yang terjadi yang semakin lama semakin berat dan akhirnya menimbulkan kematian..
Sebenarnya, struktur gene Prion telah ditemukan , dan diketahui pula bahwa pada binatang yang terinfeksi maupun pada percobaan inokulasi prion maka akan terjadi penumpukan prion pada jaringan otak . Prion diduga menyebar melalui dan di dalam jaringan saraf . Kesenjangan pengetahuan tentang biologi molekuler prion dan patogenesis penyakit yang disebabkannya, sampai sekarang masih besar dan secara intensif sedang dilakukan penelitian untuk memperkecil kesejangan itu .
Creutzfeldt-Jakob Disease dan varian CJD
Gejala CJD diawali perlahan-lahan dengan munculnya kebingungan, kemudian timbul kepikunan yang progresif , lalu timbul kesulitan berjalan.serta gemetaran . Selanjutnya penyakit menyerang dengan cepat dan kematian biasanya terjadi dalam 3 ? 12 bulan, dengan rata-rata 7 bulan.
Penyakit CJD telah dilaporkan oleh berbagai negara di dunia, antara lain Amerika Serikat, Chili, Slovakia dan Israel. Tetapi pada pertengahan tahun 1999 telah dilaporkan lebih dari 40 kasus mirip CJD yang dikenal sebagai variant Creutzfeldt-Jakob Disease (vCJD) dan hampir semua kasus berasal dari Inggris , negara dimana dalam 10 tahun sebelumnya terjadi wabah BSE yang menimpa ribuan sapi. Keprihatinan yang timbul disebabkan kemungkinan penularan CJD karena mengkonsumsi daging sapi yang terkena infeksi prion menyebabkan dilakukannya penelitian epidemiologi secara besar-besaran . Hasil penelitian sampai saat ini menyatakan bahwa varian baru CJD mungkin memang ada. Penyakit itu yang dikenal cebagai vCJD , dilaporkan muncul di Inggris dan beberapa negara Eropa. Akan tetapi sebenarnya CJD dan vCJD adalah dua hal yang berbeda, karena tidak seperti CJD yang menyerang orang-orang usia lanjut (60 ? 80 tahun, dan lebih dari 99% menyerang umur lebih dari 35 tahun) , vCJD menyerang anak muda (20-30 tahun), di samping itu hasil pemeriksaan elektroensefalografipun berbeda, dan perjalanan penyakit vCJD lebih panjang daripada CJD. Varian CJD berlangsung 12 ? 15 bulan sedangkan CJD hanya 3 ? 6 bulan. Dalam eksperimen pada otak tikus, ternyata otak sapi yang sakit dapat menularkan penyakit spongiform encephalopathy yang sama pada tikus. Meskipun demikian belum tentu BSE merupakan penyebab vCJD. Karena meskipun penyakit itu serupa namun banyak perbedaan yang jelas yang mendukung bahwa mungkin vCJD hanyalah suatu varian dari CJD yang ditemukan setelah dilakukan penelitian epidemiologi besar-besaran sehubungan dengan dugaan kemungkinan BSE sebagai penyebab CJD.
Pengendalian infeksi
Prion dikenal menyebabkan penyakit pada binatang yaitu penyakit sapi gila, scrapie pada domba dan kambing, serta ensefalopati yang ditularkan pada minks, dan pada kijang Empat prion diketahui menyebabkan penyakit neurodegeneratif yang ditularkan.(transmissible neuro degenerative disease) pada manusia yaitu CJD , Gertsmann-Scheinker Syndrome, penyakit Kuru dan fatal familial insomnia. Seperti telah dibicarakan dimuka, pada tahun 1999 suatu varian baru CJD (vCJD) muncul dan dikaitkan keberadaannya dengan penyakit sapi gila. Meskipun demikian sampai sekarang belum ada bukti yang terdokumentasi bahwa infeksi prion pada manusia terjadi akibat penularan prion dari binatang. Sampai sekarang hanya manusia yang diyakini sebagai reservoir Creutzfeldt-Jakob Disease. Dalam catatan kepustakaan, penularan CJD dari manusia ke manusia dapat terjadi pada penggunaan alat yang tidak steril dari prion, misalnya pernah dilaporkan pada operasi transplantasi kornea mata, dan penggunaan elektroda perak pada stereotaktik elektroensefalografi . Di dalam penelitian di laboratorium, jaringan otak, cairan otak dan sumsum tulang belakang yang mengandung prion akan terus menularkan penyakit tersebut apabila diberikan kepada primata dan hewan lainnya.
Penularan prion yang terkait CJD sampai sekarang masih sulit dikontrol melalui sterilisasi karena sifatnya yang tahan terhadap cara-cara sterilisasi biasa termasuk merebus dalam air sampai mendidih, memberikan radiasi ultraviolet, radiasi pengion, alkohol 70%, dan formalin 10%.
Sapi Gila Tak Pengaruhi Penjualan Sapi Untuk Kurban
JAKARTA--MIOL: Penyakit sapi gila yang akhir-akhir ini menjadi isu nasional tak mempengaruhi penjualan sapi sebagai hewan kurban, bahkan para pedagang mengaku mengalami peningkatan penjualan sapi hingga 10-20 persen.
"Menjelang Idul Adha tahun ini, penjualan sapi kami meningkat cukup baik dibanding Idul Adha tahun kemarin sebesar 10 hingga 20 persen," kata seorang penjual hewan kurban jenis sapi Bima yang mangkal di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Muhdar Dena yang ditemui ANTARA, Jumat. Guru SLTP yang menggunakan kesempatan Idul Adha untuk berdagang sapi itu mengatakan, dari 100 sapi yang dijual sejak seminggu yang lalu, sekitar 60 sapi sudah terjual, padahal tahun-tahun lalu pihaknya hanya bisa menjual 50 ekor sampai malam menjelang Idul Adha. Pihaknya, ujar dia, juga menjual kerbau yang karena lebih berat dan besar harganya lebih mahal, kalau sapi yang memiliki berat 400kg dijual Rp5 juta dan yang 200kg dijual Rp3 juta, maka kerbau dengan berat 450kg dijual Rp 7,6 juta. Ia mengatakan, dari hasil penjualan hewan kurban sapi dan kerbau tersebut ia dapat memperoleh keuntungan hingga Rp100-150 ribu per ekor setelah dikurangi ongkos kirim dan pakan sapi. Sementara itu pedagang sapi Bali, Suparno, juga mengalami hal sama yang penjualannya meningkat hingga 10-20 persen. Tahun lalu dia hanya menjual 50 ekor, sekarang bisa sampai 50 ekor lebih, katanya. Sapi Bali harganya lebih mahal dibanding sapi Bima karena lebih besar. Harga sapi Bali bisa mencapai sekitar Rp9 juta disbanding sapi Bima yang harganya sekitar Rp.5 juta.
Kambing, Selain penjualan sapi yang meningkat, penjualan kambing dan domba juga naik.
Taufik, pedagang hewan kurban jenis kambing dan domba di tempat yang sama, mengatakan, pada Idul Adha tahun ini penjualan hewan kurbannya juga meningkat 10-20 persen dibanding tahun lalu.
Menurut dia, peningkatan itu terjadi karena tahun lalu musim hujan terus-menerus sehingga minat pembelipun berkurang. Ia mengatakan, harga kambing dan domba bervariasi tergantung beratnya, untuk kambing seberat 15-20kg dijual Rp500 ribu, sedangkan untuk domba seberat 30-35kg harganya berkisar Rp1 juta sampai Rp1,5 juta.
"Tetapi ada juga pembeli yang tidak peduli dengan berat asalkan kambing tersebut terlihat mulus dan cantik, maka orang akan memilihnya meskipun beratnya kurang, malah kambing yang seperti itu bisa lebih mahal," katanya.
Sementara itu di luar lokasi penjualan hewan kurban harga daging di pasar relatif stabil tidak ada penurunan dan kenaikan, yakni Rp40 ribu per kg.
"Dua hari sebelum Idul Adha harga daging tetap pada harga biasa, justru setelah Lebaran Haji nanti daging biasanya jadi lebih mahal," kata Wita seorang pedagang daging di Pasar Minggu. Wita menambahkan, justru penjualan ayam yang mengalami penurunan dengan adanya isu flu burung. Penurunan itu, menurut dia, mencapai 30-40 persen. (Ant/Ol-01)
Pembeli Tanyakan Soal Kondisi Kesehatan Sapi
Medan-RoL-- Meskipun hingga kini di wilayah Sumatera Utara tidak ditemukan penyakit kuku mulut dan sapi gila namun mayoritas umat Islam yang akan membeli hewan korban menanyakan soal kondisi kesehatan sapi dan kambing sebelum binatang tersebut dibeli untuk keperluan korban.
Berdasarkan pantauan LKBN ANTARA, Selasa, di sejumlah pusat perdagangan hewan korban di JL. A.H Nasution Medan mayoritas pembeli sapi dan kambing memeriksa kondisi hewan yang akan diperuntukan bagi keperluan korban saat Idul Adha pada Minggu (1/2). Para pembeli terlebih dahulu memeriksanya dengan membuka mulut kambing kendati pedagang sapi dan kambing telah menyatakan bahwa hewan yang dijualnya itu terbebas dari penyakit hewan seperti kuku dan mulut serta sapi gila tapi sebagian pembeli masih belum percaya atas jaminan itu.
"Terpenting memeriksa kondisi fisik hewan yang akan kita beli guna menghindari kemungkinan hewan terkena penyakit,"tegas Ny. Hartatik dan Salam warga Medan yang mendatangi lokasi penjualan hewan tersebut di seputar Asrama Haji Medan. Hewan tersebut menurut para pedagang juga sudah diperiksa petugas dari Dinas Peternakan Sumut dan dinyatakan sehat untuk diperdagangkan kepada masyarakat. Para pedagang hewan itu mengaku aktivitas perdagangan sapi dan kambing untuk keperluan Idul Adha 1424 H sekarang ini masih sepi diperkirakan baru akan ramai tiga atau dua hari menjelang perayaan hari raya haji. Harga sapi dan kambing, kata para pedagang menjelang Idul Adha 1424 H mengalami kenaikan meskipun demikian pembeli masih sepi, harga sapi bisa mencapai jutaan rupiah sementara kambing minimal Rp600.000,- per ekor. Hewan tersebut kebanyakan didatangkan dari luar kota Medan seperti Binjai bahkan ada yang berasal dari propinsi Nangroe Aceh Darussalam ( NAD ).
Mereka belum bisa memprediksikan mengenai peluang bisnis sapi dan kambing untuk keperluan korban namun mereka optimis bahkan pembeli bakal ramai tiga hari menjelang Idul Adha. ant/abi
Serangan Sapi Gila dan Flu Burung Diharapkan Dongkrak Pasar Udang
Surabaya-RoL-- Serangan sapi gila (mad cow ) dan flu burung yang menyerang sejumlah negara diharapkan akan bisa mendongkrak pemasaran udang yang sempat terpuruk akibat diberlakukannya antidumping terhadap komoditi tersebut, utamanya untuk pasar Amerika Serikat (AS).
"Mudah-mudahan peluang ini bisa ditangkap para pelaku usaha dengan baik sehingga volume maupun nilainya meningkat," kata Ketua Asosiasi Perusahaan Coldstorage Indonesia (APCI) Jatim, Johan Suryadarma, di Surabaya, Senin(26/1). Serangan sapi gila telah berdampak terhadap pasar daging sapi dunia. Selang beberapa saat kemudian muncul adanya serangan flu burung yang mempengaruhi pasar daging ayam.
Dalam kondisi seperti itu, pemasaran udang dari Jatim maupun Indonesia diharapkan bisa meningkat, meskipun sebelumnya komoditi itu sempat terkena aturan antidumping di AS dan isu mengandung antibiotik (chloraphinicol) di pasar Jepang. "Udang kita sejak Juli 2003 sudah lolos dari antidumping. Mudah-mudahan ekspor kita ke AS dan Eropa meningkat antara 10-15 persen," ucapnya. Sedangkan untuk ekspor ke Jepang, ia mengakui, produk udang Jatim kemungkinan akan masih menghadapi kendala psikologis setelah udang dari Cina yang diekspor ke Jepang diduga mengandung antibiotik, kendati udang Indonesia sudah dinyatakan bebas dari kandungan itu.
Johan berharap peluang tersebut didukung dengan kondisi politik dan keamanan yang kondusif pada saat pelaksanaan Pemilu sehingga para petambak, pengusaha coldstorage dan yang terkait lainnya bisa meningkatkan kinerjanya.
Proses produksi diharapkan menggunakan zat-zat yang ramah lingkungan. Jika terpaksa menggunakan zat-zat kimia harus dibawah batas yang diminta pasar. Sementara itu, harga udang Jatim pada akhir 2003 sempat terpuruk hingga mencapai Rp15 ribu kilogram.
Namun, pasar udang saat ini sudah mulai menghangat sehingga harga udang mulai naik hingga mencapai Rp20 ribu per kilogram (ukuran 70). Udang yang kini banyak dibudidayakan di Jatim diantaranya jenis udang windu (Black Tiger), Vanamae dan Mexican White (Stylirostris). Produktivitas udang windu saat ini sekitar dua ton per petak, sedangkan jenis lainnya mencapai 10 ton per petak. Ant/fif
Peternak di Bengkulu Diminta Waspada Terhadap Sapi Gila
Bengkulu- Rol --Para peternak dan masyarakat di Bengkulu diminta waspada terhadap penyakit sapi gila (bovine spongifarm encephal poathy--BSE), yang kini menjangkiti ternak sapi di berbagai negara.
"Penyakit tersebut sangat berbahaya, jadi kita minta agar peternak, pedagang daging dan masyarakat selalu waspada dan kalau melihat kelainan pada sapi atau dagingnya segera melaporkannya," kata Kapala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu, drh. Daryanto di Bengkulu, Jumat.
Guna mencegah berjangkitnya virus sapi gila itu, dalam waktu dekat akan dilakukan sosialisasi dengan mengundang para peternak, pedagang dan masyarakat. Ia mengku, di Bengkulu belum ditemukan adanya sapi yang mengindap penyakit BSE itu, namun perlu dilakukan tindakan pencegahan mengingat penyakit itu dapat menular pada manusia yang mengkonsumi daging sapi itu. Menurutnya, ada beberpa gejala klinis yang perlu diwaspadai khususnya oleh para peternak terhadap sapi yang mengindap penyakit BSE yakni berat badan menurun, produksi susu turun, namun selera makannya tetap. Selain itu, pada mental sapi itu juga terjadi perubahan seperti selalu ketakutan, gelisah, mudah terkejut, tidak dapat bangun jika terjatuh.
Ia menjelaskan, kemungkinan masuknya penyakit sapi gila ke Bengkulu relatif kecil, mengingat daerah itu tidak mendatangkan daging dari daerah atau negara lain. "Memang kemungkinan masuknya penyakit sapi gila ke Bengkulu relatif kecil, tapi kita herus tetap waspada," katanya.ant/mim
Meski Terancam SAPI GILA, Restoran AS Nekat Sajikan OTAK SAPI!
Ketakutan akan penyakit sapi gila menyusul ditemukannya kasus sapi gila di Washington, 23 Desember 2003, tak membuat Cecelia Coan takut menyantap hidangan favoritnya: sandwich otak sapi!
Coan malah lebih takut kena kolesterol yang membahayakan jantungnya ketimbang penyakit sapi gila. ?Aku malah takut menderita penyumbatan pembuluh darah,? kata wanita berusia 40 tahun ini. Ia selalu pergi makan siang di restoran Hilltop Inn untuk mendapatkan sandwich kesukaannya.
?Uh, rasanya lebih enak dari siput, sushi atau hidangan lezat lainnya,? kata Coan.
Otak sapi di restoran ini dicampur dengan adonan telur, bumbu dan tepung. Setelah digoreng dalam minyak goreng yang banyak sekali, otak sapi ini akan menggembung seperti martabak. Hmm, enaknya, dimakan panas-panas.
Hidangan khas otak sapi ini sampai ke Amerika dibawa para pendatang dari Jerman dan Belanda. Sejumlah keluarga memiliki resep rahasia yang diturunkan dari generasi ke generasi. ?Kasus sapi gila sama sekali tak membuat kami ketakutan,? kata Coan, yang bekerja sebagai kasir di sebuah bank. Ia suka menyantap otak sapi yang dihidangkan dengan mustard dan acar bawang.
?Bagaimana pun juga kita semua akan mati. Kalau tidak meninggal dengan bahagia ya menyedihkan,? tambahnya cuek.
Hidangan otak sapi biasanya disajikan di restoran Jerman yang dikelolala secara turun temurun seperti Hilltop Inn. Restoran di Ohio Rivercity ini sudah buka sejak tahun 1837.
Satu-satunya cara menghentikan pola makan penggemar fanatik masakan otak sapi ini adalah menghentikan persediaan otak sapi di pasaran. Departemen Pertanian AS kabarnya akan mengeluarkan peraturan baru yang melarang penjualan otak ternak selama 3 tahun atau lebih lama lagi.
Larangan selama 3 tahun atau lebih ini, diberlakukan mengingat penyakit sapi gila memiliki karakteristik dengan masa inkubasi yang panjang hingga beberapa tahun. Inkubasi pada sapi berlangsung antara tiga tahun hingga delapan tahun.
Tetapi sejumlah penyelia daging sapi di Indiana seperti Dewig Brothers Meats, sudah menghentikan sama sekali penjualan otak sapi kepada konsumen. Sejak buka tahun 1916, mereka menjual otak sapi kepada perorangan atau restoran dengan harga 1,5-2 dolar AS setiap pon. Larangan penjualan otak sapi ini kemungkinan besar akan mengalihkan perhatian konsumen ke hidangan otak babi. Tetapi, mereka kurang begitu menyukainya karena ukurannya lebih kecil dan rasanya kalah lezat ketimbang otak sapi.
?Kalau otak sapi rasanya benar-benar menyatu dengan adonan bumbunya,? kata Dewig. Kegemaran makan otak sapi ini tak terbatas di Indiana. Di California, seperti di kota Stockton, otak sapi diramu dengan taco, dan dijual menggunakan truk keliling. Mereka menyebutnya dengan nama Spanyol, ?sesos?.
Di kota-kota perbatasan Texas, ada masakan khas dari kepala sapi dan otak sapi yang disebut ?barbacoa?. Biasanya dihidangkan selama liburan.
Penelitian mengungkapkan penyebab penyakit sapi gila adalah ketidaknormalan struktur molekul prion (PrP). Prion adalah molekul protein dengan bobot molekul 25 kDA dan tersusun atas sekitar 230 residu asam amino. Prion ini sangat tahan terhadap segala macam tingkat keasaman (pH), juga terhadap pendinginan atau pembekuan. Protein ini baru inaktif setelah dipanaskan dengan dengan otoklaf (alat pemanas dengan tekanan tinggi) pada suhu 134-138 derajat Celcius selama 18 menit.
?Otak sapi harus dimasak dengan suhu 1200 derajat untuk mematikan prionnya. Itu artinya dua kali lebih tinggi dari suhu ketika ketika kita menggoreng otak sapi dengan cara biasa,? kata Derrer dari Indiana?s Animal Health Board.
Agaknya butuh lebih dari satu kasus sapi gila untuk bisa menghentikan orang-orang seperti Nick Morrow (45) yang sudah menggemari sandwich otak sapi sejak anak-anak. ?Penyakit sapi gila sama sekali jauh dari pikiranku.?
?Apalagi aku belum menang lotere, untuk apa memikirkan penyakit ini,? katanya bergurau sambil menikmati otak sapi panas yang terhidang dihadapannya. (zrp/AP)
PENGENDALIAN PENYAKIT PADA SAPI
Vaksin SE Aerovak
Vaksin ini merupakan vaksin hidup aerosol untuk mengendalikan penyakit septicaemia epizootica (ngorok). Penyakit ngorok merupakan penyakit infeksius pada sapi dan kerbau yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida.
Aerovak SE34 adalah produk vaksin kering beku yang berisi bakteri hidup P. multocida serotipe B:3,4. Aerovak SE34 diberikan secara intranasal dengan menyemprotkannya pada hidung ternak.
Vaksin Aerovak SE34
Vaksin memiliki beberapa keunggulan, yaitu:
- Berpotensi tinggi untuk pengendalian penyakit ngorok.
- Aman untuk kerbau muda hingga 100 kali yang direkomendasikan.
- Tanpa efek samping baik terhadap hewan maupun lingkungan.
- Aerovak SE 34 (1 x 10’CFU) mampu melindungi hewan dari uji tantang selama 1 tahun setelah vaksinasi.
Vaksin digunakan untuk imunisasi sapi dan kerbau terhadap penyakit ngorok. Vaksin diberikan pada ternak sehat berumur 6 bulan atau lebih. Untuk daerah tertular perlu vaksinasi ulang tiap tahun.
Cara pemakaian:
Cara penyemprotan vaksin Aerovak
- Siapkan alat semprot (sprayer) yang bersih untuk produk vaksin.
Larutkan satu vial vaksin dengan larutan garam fisiologis steril hingga menghasilkan 50 dosis semprotan (0,9 -1,0 ml per semprotan).
- Semprotkan larutan ke dalam saluran rongga hidung.
- Vaksin terlarut harus dihabiskan dalam waktu 1 jam.
Strip Kertas Saring untuk Sampel Darah
Strip kertas saring adalah perangkat pengambilan sampel darah yang sekaligus sebagai media transpor sampel darah untuk diagnosis penyakit pada ternak.
Bahan:
- Karton (3 cm x 1,5 cm) untuk penomoran dan identitas.
- Kertas saring (3 cm x 1,5 cm) untuk pengambilan darah.
Prinsip kerja:
- Kertas saring menyerap semua komponen darah dan mengering.
- Kertas saring (6 mm) diekstraksi dengan 20 liter bufer pengencer ELISA.
- Diagnosis sampel menggunakan ELISA.
Keuntungan:
- Ekonomis dan praktis dibandingkan dengan tabung koleksi darah.
- Dapat dikirim melalui pos udara biasa.
- Mudah diterapkan oleh peternak di lapangan.
Strip kertas saring
Vaksin ETEC Polivalen untuk Sapi
Vaksin E. coli polivalen dikembangkan dalam bentuk inaktif dari sel kuman enterotoksigenik untuk pengendalian kolibasilosis anak sapi.
Keunggulan:
Vaksin E. coli
- Dibuat dari bakteri isolat lokal.
- Berisi semua jenis antigen yang imunoprotektif yang terdapat di lapangan.
- Tidak toksik dan tidak menimbulkan aborsi maupun efek samping lainnya.
- Mampu mencegah gejala diare dan kematian anak sapi.
Cara pemakaian:
Suntikkan vaksin ETEC polivalen sebanyak 5 ml secara subkutan pada leher di belakang telinga.
- Lakukan vaksinasi pada calon induk bunting 7 bulan.
- Berikan booster 2 minggu sebelum partus dengan dosis yang sama.
Vaksin Clostvak Multi
- Usahakan anak yang lahir mendapat air susu dari induk yang divaksinasi.
Vaksin Clostvac Multi merupakan vaksin inaktif untuk pengendalian penyakit enterotoksemia pada sapi dan kerbau