Selasa, 16 Juni 2009

MEMANFAATKAN KOTORAN HEWAN DAN URINE UNTUK MENYUBURKAN TANAMAN

JOMBANG | SURYA-Diakui atau tidak, profesi petani bagi generasi muda kurang diminati karena dinilai tidak memberikan masa depan yang lebih baik. Namun anggapan itu tidak berlaku bagi Muhammad Subhan,35, warga Desa Pojokkulon, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang.
Bertani bagi Subhan merupakan pilihan profesi yang ditekuni dengan sepenuh hati. Itu sebabnya, dia tak sekadar bertani, melainkan mencoba meningkatkan pendapatan petani yang selama ini dinilainya pas-pasan.

Salah satu caranya dengan mengurangi biaya produksi pertanian. Dengan menghemat pengeluaran, hasil yang diperoleh otomatis akan meningkat. Maka dicobalah menggunakan pupuk kompos yang biaya pembuatannya jauh lebih murah ketimbang menggunakan pupuk kimiawi.

Pupuk kompos buatan Subhan ini cara pengolahan dengan teknologi fermentasi. Bahannya dari kotoran ternak kemudian dibiarkan terurai sendiri. Kelebihan penggunaan teknologi fermentasi dalam mengolah pupuk kompos dinilai lebih efisien dan efektif.

Jika dengan pengolahan biasa, prosesnya memakan waktu hingga tiga bulan. Kondisi itu membuat petani menjadi malas untuk mengolahnya, dengan teknologi fermentasi hanya butuh waktu satu hingga tiga minggu.

Dengan menggunakan pupuk kompos fermentasi, menurut perhitungan Subhan, biaya yang dapat dihemat dari belanja pembelian pupuk mencapai 50 persen dibandingkan dengan menggunakan pupuk kimiawi.

Karena dengan pupuk kompos, baik dalam bentuk cair maupun padat, dalam satu hektare hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp 721.000. Rinciannya, untuk pupuk padat satu ton biayanya Rp 700.000, dan pupuk cair organik 7 liter, biayanya Rp 21.000. Padahal, kalau menggunakan pupuk kimiawi bakal menghabiskan dana sedikitnya Rp 1,5 juta.

Belum lagi pada saat-saat tertentu pupuk sering langka dan harganya melangit. “Dengan pengeluaran lebih kecil, maka keuntungan petani bisa lebih besar,” kata Muhammad Subhan saat ditemui Surya di kediamannya, Rabu (15/4).

Dari sisi kesehatan, secara luas dipahami, tanaman yang diberi pupuk organik, menghasilkan buah dan sayuran yang lebih menjamin kesehatan ketika dikonsumsi ketimbang tanaman yang diberi pupuk dan obat kimiawi.

“Memberikan bahan organik ke tanah melalui kompos tidak hanya memberikan makanan bagi tanaman, tapi sekaligus menjaga siklus energi kehidupan di tanah yang digantikan paket pemupukan kimia. Di antaranya Urea, ZA, NPK, dan SP-36,” tandas lulusan Politeknik Fakultas Pertanian Universitas Negeri Jember ini.

Subhan sendiri memulai pembuatan pupuk organik tahun 2005 lalu. Saat itu, dia melihat banyak tetangga di desanya yang memelihara sapi, tapi membuang begitu saja tletong kotoran dan urine sapinya. Padahal kotoran dan urine sapi merupakan bahan yang bagus untuk pembuatan pupuk kompos.

Untuk membuat pupuk organik, Subhan kemudian membeli kotoran sapi para tetangga dengan harga Rp 2.000 per glangsing (karung plastik). Berbekal ilmu yang didapatnya dari bangku kuliah, lantas memulai membuat pupuk organik padat dengan teknologi fermentasi. Pupuk itu kemudian dipakai untuk pemupukan lahan sawahnya sekitar 0,5 hektare.

Hasilnya ternyata seperti yang diharapkan, karena panennya cukup bagus. Selain itu dapat menghemat biaya dan pupuk organiknya tak kalah dengan pupuk kimia. “Bahkan ada kenaikkan, meskipun persentasenya kecil. Padahal petani selama ini khawatir kalau menggunakan pupuk organik murni tanpa dicampur pupuk kimiawi, hasil panen bakal turun. Nyatanya itu tidak terjadi,” kata ayah satu orang anak itu.

Setelah hasil panennya bagus banyak petani yang tertarik. Beberapa kelompok tani mulai belajar membuat pupuk organik baik padat maupun cair kepada Subhan. Di antaranya kelompok tani di Desa Pulorejo,Kecamatan Tembelang, Desa/Kecamatan Wonosalam dan Desa Kalangsemanding, Kecamatan Perak.

Berdasarkan uji coba terakhir awal April lalu, di lahan sawah seluas satu hektare milik Ahmad Zaini, petani Desa Ngogri, Kecamatan Megaluh, terbukti penggunaan pupuk organik tanpa campuran pupuk kimiawi mampu menaikkan hasil panen.

Dari satu hektare lahan padi yang diberi pupuk organik, hasilnya mencapai 9,97 ton gabah kering sawah (GKS). Padahal, ketika ditabur pupuk kimia, hasilnya 9,95 ton GKS per hektare. “Saya yakin kalau musim tanam nanti kembali menggunakan pupuk organik, hasilnya akan lebih meningkat lagi. Karena jika secara rutin mengunakan pupuk organik, tingkat kesuburan tanah juga akan meningkat,” kilah suami Tutik Kusnawati,32 ini.

Menurut Subhan, pembuatan pupuk organik dengan teknologi fermentasi tidak terlalu sulit.

Untuk membuat pupuk organik padat sebanyak satu ton, dibutuhkan bahan kotoran sapi dan kambing sebanyak 5 kuintal. Kemudian jerami padi 2 kuintal, jerami kedelai 1 kuintal, serbuk gergaji 1 kuintal, daun-daunan 1 kuintal, dedak halus (bekatul) 5 kg, molase/tetes tebu atau gula 1 liter, mikroba (EM4) 1 liter dan air secukupnya.

Cara pembuatan untuk tahap pertama, dicampur 1/4 liter molase/tetes tebu, 1/4 liter mikroba, 1/2 gelas air, kemudian aduk sampai rata. Tambahkan dalam campuran tersebut sedikit demi sedikit dedak halus sambil diaduk, komposisi ini merupakan campuran induk.

Selanjutnya tahap kedua, campur 3/4 liter molase/tetes tebu, 3/4 liter mikroba dalam 10 liter air yang merupakan larutan induk. Tahap ketiga, pembuatan pupuk organik dilakukan secara berlapis. Pada tiap lapisnya, bagian bawah adalah kotoran ternak diikuti serbuk gergaji, campuran induk, jerami padi, jerami kedelai dan daun-daunan. Setelah itu, siramkan larutan induk dengan menambahkan air (untuk pengenceran) secukupnya sesuai kelembaban bahan.

Kemudian buat lapisan berikutnya sampai ketinggian lapisan maksimal 40 cm. Setelah itu lapisan tersebut ditutup rapat selama 7 - 14 hari. Sambil menunggu 7 - 14 hari, setiap 2 hari lapisan tersebut dibalik. Setelah 7 - 14 hari bahan organik padat sudah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.
Sedangkan pembuatan pupuk organik cair, bahannya berupa air kencing (urine) sapi 40 liter, molase/tetes tebu 1 liter, mikroba (EM4) 1 liter, air kelapa 4 liter, air cucian beras (leri) 5 liter dan empon-empon (temulawak, kunir, lengkuas) 1/2 kg.
Cara pembuatan, masukkan air seni (urine) sapi ke dalam drum plastik. Kemudian empon-empon dihaluskan/ditumbuk, campur dengan molase/tetes tebu, mikroba, air kelapa, air leri kemudian aduk sampai rata.
Tambahkan empon-empon yang sudah dihaluskan dalam campuran, kemudian aduk sampai rata. Selanjutnya masukkan campuran tersebut dalam drum plastik yang telah berisi kencing sapi. Setelah itu, tutup rapat drum isi campuran berbagai bahan itu selama 7 hari.

“Sambil menunggu, pada hari ketiga drum dibuka dan lakukan pengadukan, lalu ditutup kembali,” jelas Subhan yang juga Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU) Jombang itu. Setelah tujuh hari mengalami proses fermentasi, pupuk organik cair siap disemprotkan ke lahan petani. sutono

Komentar Mereka

Apa yang dilakukan Subhan dengan pembuatan pupuk organik jelas kami dukung. Di antaranya lewat pembinaan melalui staf-staf kami. Banyak keuntungan dari penggunaan pupuk organik, selain mengurangi pengeluaran petani, juga mampu menjaga keseimbangan ekologi tanah.

Drs Suhardi MSi
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Pemkab Jombang



RSUD CIANJUR MEMANFAATKAN KOTORAN MANUSIA


Kotoran manusia dari pasien rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cianjur tak akan sia-sia. Kotoran itu akan dimanfaatkan menjadi enegi bio gas. Energi bio gas tersebut, sudah dimanfaatkan berbagai keperluan di lingkungan RSUD Cianjur. “Inspirasi dari pengembangan dan pemanfaat kotoran manusia menjadi bio gas, yakni saat berkunjung ke salah satu daerah di Yogyakarta. Di salah satu daerah itu, sudah memanfaatkan energi bio gas hasil pengolahan limbah kotoran manusia,” kata Direktur RSUD Cianjur, dr. Suranto, kemarin.